Tampilkan postingan dengan label cerpen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cerpen. Tampilkan semua postingan

Rabu, 30 Januari 2013

cerpen # dia....

sudah berapa lama yaa..." aku memerah menahan tawa pura-pura berpikir mengingat jeda waktu tak bersua.

Hari ini terik mentari mengucur peluh, aku diselimuti ragu untuk meminta bantuan yang amat mendesak. tentu satu-satunya tempatku meminta bantuan selama 3 tahun ini cuma dia. aku dan dia yang pernah sepakat untuk menjadi kita, berjalan dalam satu jalan bersamaan..tapi nyatanya aksara langit menuliskan ada drama yang berbeda. 1 tahun belakangan aku berjalan sendiri, mengusir impian tentang kami,merangkak sendiri meniti impian demi impian.

aku dan dia bertemu dalam sebuah kebetulan yang amat mendesak, jika tak mendesak ku putuskan sama sekali tidak kembali menginjakkan kaki ke halaman harinya.
tepat tengah hari..langkahku ragu-ragu menuju gubuk kecilnya, tak ada yang berubah..sebuah pot mawar putih kesukaanku pun masih terawat subur menjadi salah satu penghias di deretan bunga teras rumah.

"assalamu'alaikum di.."
"wa'alaikum salam.."dia melapangkan pintu menampakkan sosoknya
"ummu???? 
"iya...di..maaf..umu mau minta tlong, mu harus pulang kampung besok tapi semua tiket sudah habis, sudah mu keliling cari, sudah online juga tapi mu tak dapat tiketnya.." pintaku memelas

dia diam..sesekali mengangguk dan langsung lekas menelpon seorang temannya, aku diam mematung di teras rumah. perasaan campur baur diliputi rasa bersalah, rasa marah, sedih..menatap wajah nyata dia seperti memutar napak tilas cerita yang pernah ada.

"di belum berani lamar umu? tanyaku mantap

"mu tau sendiri, kuliah di belum selesai mu, di juga belum punya biaya, pekerjaan tak tetap..nanti kalau di lamar mu, di mesti jawab apa"
"tapi orang tua mu sudah tanyakan, mu mau dilamar juga sama anak kawan bapak"
"yang jelas di ndak bisa secepat it mu.."

Hari ini diterangi mentari wajahnya memerah peluh, jemari sibuk memutar handphone mini, matanya sesekali menatapku takjub..yaa sudah setahun semenjak itu kami tak pernah tatap muka

"sudah berapa lama ya..." dia memulai bicara
aku memerah menahan tawa, pura-pura berpikir mengingat jeda waktu tak bersua.

 "hampir 1 tahun ya di..hhmm...maaf tiba-tiba sekarang malah datang..mu sangat terdesak..mu juga bingung"
"tak apa mu, jangan lah kita ketemu sekarang malah maaf-maafan..di sudah ikhlas kok..dan yahh...di yang salah ngelepas umu"
aku terhenyak, degub jantungku tak karuan,..pembicaraan ini yang semestinya ku hidari.
"kapan tanggal nikahan nya mu, tak usah kirim undangan sama di..cukup sekarang aja bilangnya. sama aja kok"
"bulan mei di..wah beneran gak usah pake undangan..berarti hemat satu lembar nih".. aku mencoba mencairkan suasana.


sebuah pesan masuk dari handphone dia, senyum nya tergaris.. garis-garis keletihan membuat hambar senyumnya.
"ada mu, ada satu kursi untuk besok, penerbangan jam 06.00 pagi ke jakarta, sampai riau mungkin jam 12an mu".
'alhamdulillah..makasi di..haduhh..akhirnyaa besok jadi pulang juga"
"mendadak mu, ada apa"
"ada acara keluaga di, tiba-tiba disuruh pulang..harus pulang kata apak"
"nanti sore di cetak, mau di antar ke asrama atau ke tempat lain? takutnya mu sudah pindah alamat.
"masih di asrama di, mungkin ndak bisa mu yang ambil, titip pak harto aja ya..satpam lama".

dia mengangguk pelan, ditatapnya dalam wajahku..aku bergegas beranjak pergi..jangan sampai tatapan itu menaburkan benih bunga hingga nantinya kembali membentuk taman cinta.

"di...aku memang sangat terdesak pulang, ia yang merebut hatiku darimu dulu sekarang telah bahagia selamanya, kejadian kecelakaan memastikan bahwa memang tak akan ada undangan yang datang di bulan mei..." ia pergi di...seperti aku yang dulu pergi meninggalkanmu.....

aku menangis keras, ingin sekali bercerita pada sosok dia tentang piluku yang meradang..tidak...tak boleh ada episode cinta lagi antara aku dan dia...

"tuhan...banyak sekali cerita yang tak pernah bisa ditebak akhirnya, seperti rangkaian ceritaku dan dia..3 tahun beriringan tapi tanpa sebuah kepastian, sedang jawabanku dinanti oleh lain hati..dipaksa juga oleh permintaan orangtua...tapi apalah arti semua itu...sekarang sosok yang merebut hatiku dari dia juga pergi mendahului...pernikahan yang direncakan dalam hitungan bulan hanya menjadi sebuah kenangan.
seperti mata rantai antara ditinggali dan meninggali...







terusin baca yuk »»  

Jumat, 05 Oktober 2012

cerpen : kerna tak pantas


 yang duduk sambil pegang buku ri, pake kaca mata..”..aku memastikan ari tidak salah orang. Sejurus telunjukku turut menegaskan arah dimana seorang akhwat berkerudung hijau sedang berkumpul dengan teman-temannya, beberapa akhwat lain sedang asik dengan obrolan mereka, sedang akhwat yang ku jelaskan terlihat pokus pada buku bacaannya.

Aku dan ari berada di lantai atas masjid kampus, dengan leluasa aku dapat memberi tahu ari bahwa sosok yang menarik hatiku adalah yang sedang duduk anggun itu. Ari mengangguk pelan seakan mengerti. ia memandangi ku dalam kemudian beralih memperhatikan akhwat itu dengan seksama.

cantik mal..siapa namanya?anak fakultas apa??”
“namanya dian, jurusan tehnik sipil..aku baru mengenalnya dari rudi teman kontrakanku. Akhwat ini sangat menarik perhatianku ri..aku berencana mengkhitbahnya..tapi aku ragu”..
“kamu sholat istikharah aja dulu, kalau sudah mantap kamu khitbah, jangan lama-lama” sahut ari
“iyaa..aku tak ingin seperti membeli kucing dalam karung, kamu sahabatku..aku pinta bantuan kamu tuk cari tau mengenai dia yaa..biar aku makin mantep”..
“siaap..aku akan coba cari info, biar kamu cepat nikah dah..hahaa”..tertawa ari lepas

Masa berganti tak berbekas, tapi obrolan siang itu dengan ari rasanya masih terasa kental. 

 “nama lengkapnya nurdian, ia asli cilacap. Dari cerita asti teman dekatnya nurdian itu anaknya supel, cerdas, disiplin, rajin..nah itulah kelebihannya..

Aku mengangguk pelan, sedikit merasa mantap kerna kelebihannya nya sesuai dengan yang ku harapkan

lalu kekurangannya apa”??
Kurangnya dian itu belum bisa baca al-quran, ia juga sebenarnya baru mantap memakai kerudung sekitar 2 bulan-an, hapalannya juga baru beberapa surah” ujar ari pelan

Wajahku berubah warna, keningku ikut mengkerut, beberapa kali ku telan ludah kekecewaan..benar-benar dian bukan seperti dugaanku. Yah..Tentu dian bukan kriteriaku, aku sangat mendambakan seorang akhwat yang sholeha, yang mantap ilmu agamanya, yang fasih bacaan Al-qurannya, yang terjaga akhlaknya..sedangkan dian..ahh…ia baru beranjak dari masa lalu nya yang penuh liku..”

“bagaimana mal..itu sedikit info yang dapat jadi pertimbanganmu, dian memang baru belajar mal, tapi perjuangannya itu sangat patut diacungi jempol. Dari asti  ku dapati cerita bahwa dian benar-benar berubah 180 derajat.”
“tidak ah ri..aku rasanya ragu, tak lah…mungkin lebih baik aku mencari akhwat lain saja..”ujarku mantap

“kenapa mal, apa kerna dia masih belum punya kelebihan dalam sisi agama?? Dia sedang belajar, dan jika kamu dapat membimbingnya nanti ia dapat menjadi istri yang sholehah mal. Ku yakin itu, terlihat jelas dari semua perjuangannya memperlajari islam dengan benar mal” ari membujukku. 
Aku tetap dengan kemantapan hati bahwa didi bukan lah pilihan yang tepat.

4 tahun berlalu, siang ini suasana teriknya seakan membayangi ku pada obrolan-obrolan waktu itu. Aku merapikan baju kemeja ungu berlist garis kepunyaanku, ku padankan dengan celana hitam, lengkap dengan sepatu hitam yang ku lap mengkilat. Di depan cermin ku pandangi wajahku dalam, kuperhatikan raut wajah yang tak lagi muda, 4 tahun berlalu tetap sendiri sedang yang lain sudah beristri. Dan hari ini aku akan menghadiri undangan syukuran cabang restoran baru milik ari dan keluarga kecilnya.

Aku melangkah ragu masuk sebuah restoran klasik milik ari, di meja tengah restoran ku dapati ari dan jagoan kecilnya sedang asik bercanda. Aku turut merasakan keharmonisan rumah tangga yang dibangun sahabat karibku itu. Dalam 4 tahun pernikahan ari terlihat sangat bahagia, bisnis restorannya melesat cepat, ia di anugerahi keluarga kecil yang menentramkan. Hhmm..sebenarnya dalam hati masih terbesit sedikit rasa kecewa, sempat terasa seperti ditusuk dari belakang, atau seperti istilah teman makan teman. Yah..itu sebenarnya bukan kesalahan ari, itu semua adalah takdir-NYA. 

aku berada dalam sikap angkuh saat itu, tak ku peduli lagi sekelumit perasaan merah muda yang sempat muncul ketika dulu pernah pertama kali bertemu dian. Masa lalu dian seakan menjadi tembok besar yang membedakan kasta kami berdua. Dian rasanya tak pantas bersamaku. Aku yang kurasa paham agama dan mmerasanhanya patut disandingkan dengan orang yang sekufu. Yah..saat itu aku berada dalam lingkaran angkuh yang merasa lebih baik dari pada dia yang baru belajar. Kata “tak pantas” serasa mempersulit langkah menemukan belahan jiwaku. Kata “tak pantas” seakan membuat mereka yang dipilih hati jadi tak berarti. 

“yang menurut kita baik belum tentu baik menurut ALLAH mal..sepekan setelah kamu menolak untuk mengkhitbah dian, aku langsung mendatangi keluarga dian. Aku merasa mantap meminangnya dan semua jalan serasa sangat mudah”.

“kamu tak bisa terus egois mal, tak bisa kamu ukur kesholihan seseorang dari pandanganmu sendiri, lihat sekarang kamu masih saja sendiri mencari yang belum pasti, yah...walaupun ku tau juga mungkin kerna belum jodoh” ari terus berulang menasehati ku dalam perkara yang sama.

Seorang akhwat masuk membawa hidangan makanan, santun dan senyumnya kian nampak bersahaja. Ari benar-benar beruntung mendapatkan dian. ari membimbing dian dengan sangat baik, akhwat itu seperti menjelma bak bidadari syurga. Tapi sekali lagi dia milik ari..” sedangkan aku masih sendiri..padahal 4 tahun waktu telah berlalu.

Malu jika ku Tanya pada-NYa siapa jodohku, sedang aku begitu angkuh..


terusin baca yuk »»  

Jumat, 28 September 2012

Tanda tanya ???

aku yakin ia akan menjawab tidak untuk pertanyaan yang akan ku lontarkan...aku menahan langkahku untuk menghampiri dian, sejenak aku hanya memilih untuk memperhatikan nya dari jauh.
ada hal yang ingin ku tanyakan pada gadis yang super misterius itu, tapi jawaban yang selalu ia berikan terkadang tak sesuai harapanku. begitu juga hari ini...sepulang kuliah aku berniat menanyakan langsung padanya perihal namaku yang tiba-tiba ada di deretan kelompoknya, dan nilai presentasi yang memuaskan menjadi milikku juga, padahal aku tak pernah mengerjakan apa pun. hhmm...jika ku tanya mungkin jawaban nya tidak tau, padahal sepintas ku ketahui jika yang selalu mendominasi pengerjaan tugas kelompok adalah gadis anggun itu.

aku teringat minggu lalu sempat mendengar perbincangan mengenai penggunaan spidol sisa tutorial. Dian berinisiatif untuk meminta sisa spidol itu untuk dimanfaatkan lagi. hhhmm.. kata dosen pembimbing spidol itu  digunakan untuk mengajar anak-anak TPA. Ketika ku tanya pada dian apa dia seorang guru TPA ia dengan jelas menjawab tidak, padahal aku juga pernah sekali bertemu gadis itu sedang bersama banyak anak kecil.

Rasa penasaran ku pada nya terus saja memuncak, tiap bertemu wajah dingin itu ada saja tanda tanya yang bergelayut dalam pikiranku. dian cukup ramah dan juga cukup dingin. ia terkadang hanya membalas tatapan penasaranku dengan senyum. yah senyum yang khas. senyum simestris beserta anggukan kepala pelan.

Aku tak pernah berani untuk akrab berbincang dengan nya, nyali ku langsung ciut ketika ia mulai menegur lamunanku. di dalam kelas tutorial ia dengan lugas menjelaskan banyak materi, dan aku sedikit kagum melihat kecerdasan nya dalam menyampaikan pendapat belum lagi cerdiknya ia mencairkan suasana.

Penasaran ku tak sebatas itu..aku mulai tertarik menelisik pribadinya lebih dalam. ia sungguh berbeda dengan gadis yang biasa ku temui, ahh..mungkin kerna ku sedang tersihir rasa kagum yang berlebihan.
tapi entah mengapa takdir mempertemukan aku dan nya dalam kisah yang selalu bernilai mutiara,
pernah aku menemui dirinya dalam sosok yang lain, yakni pagi buta sepintas aku melihat ia lengkap dengan kostum olahraganya, dan sleyer yang menutup separuh wajah anggun nya. iya itu pasti dian..setiap pagi ia berlari mengitari taman kampus. pernah juga ku pergoki ia dengan sengaja memungut sampah yang terserak di tangga kampus, padahal tak banyak yang pedulli dengan hal semacam itu. atau pernah ku temui ia berbincang ramah dengan nenek pengumpul sampah di sekitaran kampus.
ketika ku tanya apa kah itu dia, yah....jawaban nya "bukan".. aku tak mengerti mengapa dian tak pernah mengakui hal-hal yang sudah nyata ku ketahui jawabannya.

ahh..sosok dian sedang menjadi ratu di pikiranku, segala tanda tanya menjurus padanya.
aku akhirnya berani beranjak dan menghampiri dian, seperti biasa sapaan nya cukup dengan senyum, belum sempat ku sampaikan maksud hatiku. dian menyodorkanku sebuah kartu undangan..."nurdian putri dan putra maulana"..akan menikah 17 okteber..

aku rasanya kaku, denyut jantung ku tiba-tiba berdetak lebih kencang, rasa penasaran buyar tak terarah.
tiba-tiba ekpresi ku berubah kecewa..yah..benar-benar tak percaya.. dalam hati aku harap kali ini dian akan menjawab tidak jika kutanya apa benar dia yang akan menikah..."ahh....ukiran nama nya terpampang jelas dalam kartu berwarna merah jambu..

ahh...aku tak mampu mendefinisikan apa yang selama ini aku rasa...
mungkin tanda tanya yang kurasa selama ini adalah benih cinta, tapi aku terlambat menyadarinya

NB : cerpen ini terinspirasi dari kisah seorang teman, semoga bermanfaat ^__^V
terusin baca yuk »»  

Minggu, 09 September 2012

aku bukan zahrana

hampir jam 10 malam, akhirnya aku menamatkan bacaan novel best seller "cinta suci zahrana" karangan Habiburrahman El Shirazy yang baru ku beli tiga hari yang lalu. sebelumnya aku penasaran kerna teman ku ardi pernah menulis sinopsis novel tersebut, terlebih lagi ia pun mengingatkanku jangan sampai seperti zahrana kerna mengejar karir akhirnya telat menikah.."kata-kata itu lah yang membuatku merasa akan ada banyak hal yang akan ku pelajari nantinya setelah membaca. 

hhmm..tidak..."aku tidak ingin seperti zahrana, tapi bayang-bayang telat menikah seakan terus mengikuti langkahku. Jika ayah zahrana sudah tak peduli lagi dengan karir anaknya asalkan anaknya menikah, aku adalah kebalikan nya..Aku sangat ingin menikah di usia mudaku, akan tetapi tuntutan orang tua untuk berkarir sangat membuatku tersudut. kata ayah nanti kalau sudah bekerja akan banyak yang datang melamarku,..miriss..pendapatku dibantah pula dengan berbagai alasan atas nama kebahagiaan.

Tahun lalu seorang ikhwan datang melamar , dan  tanpa bertanya terlebih dahulu padaku lamaran ikhwan itu ditolak oleh ayah, dengan alasan aku harus melanjutkan pendidikan. hhmm...padahal keinginan terbesarku adalah menggenapkan separuh dienku agar lebih terjaga. keinginan tersebut terkubur cantik dan hanya dapat ku sampaikan di tiap sujud dan doa. 

aku benar-benar tak ingin seperti zahrana,..sekarang aku telah menyelesaikan pendidikan S1, dan usia ku telah masuk 23 tahun. Seperti rancangan keluarga aku lagi-lagi dituntut untuk melanjutkan pendidikan S2 dan setelah itu aku harus bekerja dan membantu perekonomian keluarga. ku hitung-hitung mungkin di umur 27 tahun aku akan diizinkan memulai biduk rumah tangga. ahh...aku tak ingin telat menikah, sedang sejak sekarang saja bergilir undangan pernikahan dari teman-teman mampir buatku cemburu.

doaku terus menghujan agar rezekiku mengenai jodoh dilancarkan, aku percaya seberat apapun rencana keluarga jika sudah ketetapan ALLAH bahwa jodohku telah siap, maka terjadilah apa-apa yang tak mungkin. 

aku mengambil map hijau berisi formulir persiapan kelanjutan S2 ku  di meja belajar, ini bukan berarti aku membuang harapan ku untuk menikah..tapi tak salah jika aku tetap melanjutkan pendidikanku sambil menanti dan berusaha agar dapat segera menikah secepatnya.

ALLAH tau akan kerinduanku menyempurnakan ibadah kerna-NYA..

selang waktu aku mengisi formulir tiba-tiba pesan singkat membuyarkan konsentrasiku. pesan singkat dari ardi ;
"aku akan menikah bulan depan mi, kamu tolong bantu keluarga ya.."

aku diam..kabar itu buat dada ku sesak rasanya..

tuhan...aku tak ingin seperti zahrana...aku ingin menikah :'(



terusin baca yuk »»  

tuhan...apa aku jatuh cinta?



 cerpen ini dapat di baca juga disini

“aamiin…”suara ku lirih menyambut untaian doa yang sedari dini hari ku panjatkan dalam hati. Ada kecemasan meliputi, ada berita yang sedang kunanti. hari ini sahabatku ardi akan menghadapi ujian akhirnya, ujian penentu kelulusan akan impian nya dari 4 tahun silam.

Kemarin ia sempat sedikit pesimis kerna urusan tugas akhirnya yang belum jua dapat persetujuan untuk diujikan, padahal batas akhir pendaftaran tinggal hitungan jam. Persis..mungkin aku pun ikut merasakan bagaimana letihnya ia kemaren, dan hari ini aku kembali menanti hasil ujian nya, ditolak kah?? Lulus kah??? ….
siang berganti malam, ardi belum juga ada kabar darinya.. aku sengaja tak menghubungi untuk bertanya langsung, yah..ardi mungkin juga tak pernah menyadari bahwa aku sedang menanti ceritanya.

Ahh…Lagi pula siapa aku dimatanya?? Aku hanya sosok teman maya yang terlalu kikuk ketika bertemu, teman yang tak begitu pandai menyembunyikan tingkah, atau lebih sengaja menunduk dalam dari pada menatapnya..benar,.. lagi pula siapa aku…”aku membatin

Malam kian pekat, malam ini aku sedikit terhibur kerna tulisan pertamaku terbit di salah satu website. Aku langsung meraih handphoneku dan mulai ingin berbagi kegembiraan padanya bahwa satu lagi impianku terwujud, tapi tiba-tiba aku ingat bahwa ardi seharian ini belum memberi kabar apa-apa, aku membatalkan ketikan pesan singkat yang baru saja ingin ku kirim.

mengapa aku harus memberi tahu ardi setiap kesenangan yang aku dapatkan, mengapa aku mencemaskan ardi sedang mungkin ardi tak pernah sadar akan keberadaanku, mengapa aku tiba-tiba merasa sedih kerna ardi tak mengabari ku sampai malam begini??”

Ada yang salah…aku yang memang hanya mempercayainya sebagai sahabat laki-laki menjadi tak lagi pandai melihat batas-batas antara kami, aku tak dapat mendefinisikan warna-warni rasa hati. Mungkin terlalu ku bentang toleransi padanya hingga aku terjebak dalam lingkaran imajinasi semu.

Tuhan…apa aku jatuh cinta???
Aku dapat tersenyum hanya dengan satu pesan darinya, padahal sedari dulu aku tak suka menggubris pesan-pesan singkat yang tak jelas.

Tuhan…apa aku jatuh cinta..?
Ketika rasa bahagianya pun dapat melapangkan hatiku, ketika sedihnya pun jadi sedihku. Hhmm…“aku tak ingin jatuh cinta dulu…tuhan..aku tak ingin ada lagi rasa dan tingkah yang salah..
Terlebih jatuh cinta pada ia yang belum pasti menjadi pendampingku. Dan ketidahkjelasan akan terus menggalaukan hati jika tak berani tegas. Iya..atau tidak sama sekali

 “terima kasih atas doa dan semangat nya…” pesan singkat dari ardi. Ardi akhirnya memberi tahuku hasil ujian nya, dan Aku hanya membalas dengan senyum :)
Setidaknya aku menyadari bahwa aku tak ingin jatuh cinta dulu, sedang aku sendiri masih memilih meneruskan impian yang lain.
Semoga tak ada lagi sahabat muslimah yang terlambat mendefinisikan apa-apa yang ia rasa. Tolerasi mestilah tak memudarkan batas jelas yang sudah dipahami. Hingga nanti akhirnya cinta utuh hanya untuk belahan jiwa yang berani menjemput di batas waktu ketentuan-NYA..
Bukan berpihak pada ketidakjelasan bersikap, ketidakjelasan rasa..dan terlarut penantian dan tingkah yang sia-sia.

“Aku bukan tak sabar, hanya tak ingin menanti
Karena berani memutuskan adalah juga kesabaran
Karena terkadang penantian
Membuka pintu-pintu syaithan”
― Salim A. Fillah
Aku bukan tak ingin jatuh cinta, tapi cinta adalah kejelasan. Iya atau tidak sama sekali
-Rumi Putri-

terusin baca yuk »»  

Senin, 17 Oktober 2011

cerpen: air mata bapak


"dulu kan bapak gak pernah pulang, sekarang dirumah terus makin sayang sama aku ni" ucap ku menggoda bapak ditengah obrolan kami.  "itu kan masa lalu mi' bapak terlihat menghindari topik obrolan yang baru saja ingin ku mulai. aku ingin tau kenapa bapak bisa berubah drastis, penampilan bapak semakin rapi walau kesehariannya kadang masih suka memakai kaos dan celana jeans. wajah bapak pun tak segarang dulu, aku seakan menemukan sosok bapak yang benar-benar mencintaiku. "hayooo sana tidur, sudah waktunya tidur kaan, besok kamu mesti sekolah, besok pagi-pagi berangkatnya bareng bapak ya" ujar bapak. 
Tanpa sedikit pun ada bantahan, aku mengiyakan dan segera beranjak ke kamar.
Bapak terdiam didepan tv, aku memberanikan diri mengintip dari balik daun pintu kamarku, "hhmm apa mungkin pernyataanku tadi melukai hati bapak ya?? gumamku dalam diam. Terlihat jelas perubahan ekspresi wajah bapak ketika aku tiba-tiba melontarkan kalimat itu.

"sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang-orang yang kamu kasihi, tetapi ALLAH memberi petunjuk kepada orang-orang yang dikhendakiNYA" (Al-Qashash:56)
--------
"dulu kan bapak gak pernah pulang, sekarang dirumah terus makin sayang sama aku ni" kata-kata rumi hanya bisa kujawab dengan jawaban umumku "itu kan masa lalu"

sebenarnya ingin ku ceritakan perihal yang melekatkan hatiku kembali kerumah, menjadi amat sayang dengan keluargaku, dan kembali lebih sering mengadu padaNYA. semua berawal dari sepulang menghantarkan kakak rumi ke luar kota, aku seakan disadarkan siapa aku, untuk apa aku hidup, dan betapa aku mencintai keluargaku dan tak ingin kehilangan mereka.

" dulu tak pernah kusadari usia ku kian lama kian senja, aku merasa layaknya masih berjiwa anak muda, padahal aku sudah mempunyai keluarga, ada istriku, okta anak pertamaku, rumi dan Yoga. mereka yang selalu diam dan tak pernah berani memprotes tingkahku.

Penghasilan yang cukup untuk keluarga membuatku sombong dan terlalu berleha-leha, judi minuman keras,dll lekat dalam hidupku. aku juga tak pernah menggubris kelelahan yang terpancar dari wajah cantik istriku. dia yang selalu membangunkanku diwaktu shubuh padahal sering kali berbalas kemarahan dariku. beruntung aku mempunyai istri yang begitu mencintai aku dan anak-anak, tapi tak terbesit sedikitpun kasihan padanya. setahu ku urusanku hanya memenuhi nafkah keluarga. 

Rumi yang memang lebih berani menegur terkadang membuatku malu, tapi akhirnya tak kuhiraukan lagi. Kecukupan dalam materi sungguh membutakan aku pada kebahagiaan sebenarnya, aku lupa bahawa aku adalah seorang bapak. Sudah banyak nasehat-nasehat dari sanak sodara, tapi semua bisa kubantahkan. walaupun aku brandalan tapi setidaknya aturan rumah tetap ku berlakukan, anak-anakku tak boleh ada yang seperti aku, semua aturan ku berlakukan ketat, tak ada waktu bermain, tak ada waktu jam malam, tak boleh ada teman laki-laki untuk anak perempuanku, semua harus menuruti aturan yang ku buat, dan istri serta anak-anak tak ada yang boleh membantahnya. 
akibat keegoisanku, aku tak begitu tau keadaan anak-anak dan istriku, setauku adalah kebutuhan finansial mereka terpenuhi, maka itu adalah cukup. aku pun menyekolahkan anakku setinggi-tingginya agar mereka tak bodoh dan diperlakukan seenaknya oleh orang lain dikehidupan mereka yang akan datang.

suatu hari, aku menghantarkan anak pertamaku okta ke luar kota jauh diluar  pulau, kami merencanakan okta akan melanjutkan kulianya disana, kami berangkat bersama keluarga tetangga . 

Tempat persinggahan kami dikota nantinya adalah kediaman orang tua tetangga kami itu. ini kali pertamanya aku pergi dengan anak kandungku sendiri, padahal sebelumnya aku tak pernah akrab dengan okta. okta pun terlihat segan mendekatiku, padahal aku adalah bapaknya. Sepanjang perjalanan okta hanya diam. aku pun bingung bagaimana mencairkan suasana dengan anak pertamaku ini. Sejak itu kegalauan mulai menyelimuti, "kenapa aku seperti orang asing dengan darah dagingku sendiri??"
tiba dikota yang kami tuju, perjalanan yang amat melelahkan kerna hampir merenggut 3 hari lamanya berada didalam bis. aku berencana nantinya akan segera istirahat dulu sesampai dirumah orang tua tetanggaku yang ternyata masih berada agak jauh dari kota. 
Rasa letih masih menggelayut dalam badanku, tiba akhirnya dirumah orang tua tetanggaku itu dan seketika melihat keadaan disana sentak membuatku kaget tak kepalang, ini benar-benar seperti tiba di peradapan masa lampau, hanya sebuah rumah berlantai tanah, jarak antara satu rumah lain dipisahi kebun kelapa, dibelakang rumah juga ada kandang sapi yang dari jarak jauh saja baunya sudah menusuk hidung. 

Aku yang sudah terbiasa tinggal dalam keadaan berkecukupan sebenarnya terbesit mengurungkan diri beristirahat disana, ingin rasanya langsung pergi mencari penginapan  yang lebih layak disebut rumah, tapi kuurungkan kerna aku sadar tak tau menau tentang kota ini. Pertama memasuki rumah itu membuat hatiku miris, bagaimana keluarga rumah ini bisa hidup dengan keadaan yang memprihatinkan seperti ini, kami disambut ramah oleh mereka, ada sekitar 6 orang yang tinggal dirumah sesempit ini, tapi mereka tak terlihat mengangap itu semua adalah beban, senyum dan tawa keluarga itu membuat ku iri kerna aku tak pernah merasakannya bersama keluargaku. 

Aku juga harus tidur dilantai bersama okta, ini kali pertamanya inginku lindungi anakku, ini pertamanya seakan okta benar-benar membutuhkanku, aku merasa seperti seorang bapak. okta tertidur pulas didekatku berselimut kain sarung kepunyaannya. aku tak bisa tidur kerna bau kotoran sapi yang seakan berada di depan mukaku. aku melihat wajah okta dalam-dalam, tak terasa tetes bening mengalir dipipiku, aku benar-benar tak kuasa menahan air mata kerna aku sadar akan melepaskan okta di kota yang tak kuketahui rimbanya. okta terbangun dan mempergokiku sedang menangis pilu, dipeluknya hangat bapaknya ini. malam itu tangis benar-benar tertumpah, aku mengurungkan niatku untuk melepas okta melanjutkan sekolahnya disini. aku tak sanggup meninggalkan anak perempuanku seorang diri. tapi okta meyakinkanku dia akan bisa menjaga dirinya. hatiku rasanya pilu, aku bahkan merasa belum memberikan apa-apa untuk dirinya.
keesokkan harinya kami pergi ke pusat kota, mencari universitas yang bisa menerima anakku, kami berkeliling dari pagi hingga menjelang malam, kepayahan kami jalani bersama berhari-hari , okta juga tak pernah terlihat sedih, dia begitu bersemangat, malah aku yang sepertinya mudah sekali menyerah. Syukurlah akhirnya anakku bisa diterima disalah satu stikes, satu kamar kosan pun sudah kami dapatkan untuk kediaman okta selama kulia. Tugasku menghantar okta selesai.
aku segera mengepak barang-barangku dan akan segera pulang kerumah, okta membantuku menyiapkan segalanya. "hari ini bapak pulang ya ta, kamu jaga diri kamu disini, kalau ada apa-apa kamu langsung hubungi bapak".ucapku pada okta. okta sengaja tak ku ijinkan menghantarku ke terminal bus, ia merengek ingin menghantar tapi aku bersikeras tak ingin dia mneyertai, sebenarnya aku hanya tak ingin nantinya aku tak sanggup meninggalkannya seorang sendiri, tanpa seorang pun sanak sodara, berjuang sendiri dikota orang.
Diperjalanan pulang kerumah hatiku masih terasa nyilu, memikirkan kembali atas kesombongan-kesombongan yang selama ini aku lakukan, aku bapak yang tak pernah tau keadaan keluargaku, aku yang tak pernah ada dirumah, saat itu juga aku mulai menyadari  bahwa aku hidup ada anak-anak dan istri yang menemani. membuat mereka bahagia selagi umurku masih ada. kerna aku sadar aku adalah seorang bapak.sekarang aku sudah melepaskan okta padahal ingin rasanya baru memulai kembali arti sebuah keluarga. 
"ya..robbi ampunilah segala dosa yang begitu menggunung ini, aku kembali padamu, tempatku berserah diri, tempatku bersandar, tiada daya upaya selain kehendakMu.. berikan aku kesempatan untuk bersama terus dengan keluargaku, diduniaMU dan Syurga-mu nanti..,lindungi okta diperantauanya, aku seorang bapak yang merasa belum begitu memberi peran sebagai seorang bapak, hamba berserah padamu, hamba yakin penjagaan-MU bergitu sempurna".

Semenjak kepulanganku dari menghantar okta, aku berusaha terus membersamai keluargaku, istriku yang begitu setia menemani seakan tak percaya bahwa sekembalinya aku bisa begitu mencintainya. aku baru menyadari memiliki perhiasan dunia dan anak-anak yang juga begitu mencintai orang tuanya. Rumi yang memang lebih aktif ketimbang sodara-sodaranya juga lebih cepat akrab denganku, seperti kebersamaan malam ini, hingga pernyataan itu terlontar darinya.."dulu kan bapak gak pernah pulang, sekarang dirumah terus makin sayang sama aku ni" "jawaban dariku sebenarnya adalah" kerna bapak mencintaimu, nak" isyaratku dalam diam


"barang siapa yang diberi petunjuk oleh ALLAH, maka dialah yang mendapatkan petunjuk; dan barang siapa yang disesatkan ALLAH, maka merekalah yang disesatkan ALLAH, maka merekalah orang-orang yang merugi." (al-A'raf: 178)

terusin baca yuk »»