Jumat, 05 Oktober 2012

cerpen : kerna tak pantas


 yang duduk sambil pegang buku ri, pake kaca mata..”..aku memastikan ari tidak salah orang. Sejurus telunjukku turut menegaskan arah dimana seorang akhwat berkerudung hijau sedang berkumpul dengan teman-temannya, beberapa akhwat lain sedang asik dengan obrolan mereka, sedang akhwat yang ku jelaskan terlihat pokus pada buku bacaannya.

Aku dan ari berada di lantai atas masjid kampus, dengan leluasa aku dapat memberi tahu ari bahwa sosok yang menarik hatiku adalah yang sedang duduk anggun itu. Ari mengangguk pelan seakan mengerti. ia memandangi ku dalam kemudian beralih memperhatikan akhwat itu dengan seksama.

cantik mal..siapa namanya?anak fakultas apa??”
“namanya dian, jurusan tehnik sipil..aku baru mengenalnya dari rudi teman kontrakanku. Akhwat ini sangat menarik perhatianku ri..aku berencana mengkhitbahnya..tapi aku ragu”..
“kamu sholat istikharah aja dulu, kalau sudah mantap kamu khitbah, jangan lama-lama” sahut ari
“iyaa..aku tak ingin seperti membeli kucing dalam karung, kamu sahabatku..aku pinta bantuan kamu tuk cari tau mengenai dia yaa..biar aku makin mantep”..
“siaap..aku akan coba cari info, biar kamu cepat nikah dah..hahaa”..tertawa ari lepas

Masa berganti tak berbekas, tapi obrolan siang itu dengan ari rasanya masih terasa kental. 

 “nama lengkapnya nurdian, ia asli cilacap. Dari cerita asti teman dekatnya nurdian itu anaknya supel, cerdas, disiplin, rajin..nah itulah kelebihannya..

Aku mengangguk pelan, sedikit merasa mantap kerna kelebihannya nya sesuai dengan yang ku harapkan

lalu kekurangannya apa”??
Kurangnya dian itu belum bisa baca al-quran, ia juga sebenarnya baru mantap memakai kerudung sekitar 2 bulan-an, hapalannya juga baru beberapa surah” ujar ari pelan

Wajahku berubah warna, keningku ikut mengkerut, beberapa kali ku telan ludah kekecewaan..benar-benar dian bukan seperti dugaanku. Yah..Tentu dian bukan kriteriaku, aku sangat mendambakan seorang akhwat yang sholeha, yang mantap ilmu agamanya, yang fasih bacaan Al-qurannya, yang terjaga akhlaknya..sedangkan dian..ahh…ia baru beranjak dari masa lalu nya yang penuh liku..”

“bagaimana mal..itu sedikit info yang dapat jadi pertimbanganmu, dian memang baru belajar mal, tapi perjuangannya itu sangat patut diacungi jempol. Dari asti  ku dapati cerita bahwa dian benar-benar berubah 180 derajat.”
“tidak ah ri..aku rasanya ragu, tak lah…mungkin lebih baik aku mencari akhwat lain saja..”ujarku mantap

“kenapa mal, apa kerna dia masih belum punya kelebihan dalam sisi agama?? Dia sedang belajar, dan jika kamu dapat membimbingnya nanti ia dapat menjadi istri yang sholehah mal. Ku yakin itu, terlihat jelas dari semua perjuangannya memperlajari islam dengan benar mal” ari membujukku. 
Aku tetap dengan kemantapan hati bahwa didi bukan lah pilihan yang tepat.

4 tahun berlalu, siang ini suasana teriknya seakan membayangi ku pada obrolan-obrolan waktu itu. Aku merapikan baju kemeja ungu berlist garis kepunyaanku, ku padankan dengan celana hitam, lengkap dengan sepatu hitam yang ku lap mengkilat. Di depan cermin ku pandangi wajahku dalam, kuperhatikan raut wajah yang tak lagi muda, 4 tahun berlalu tetap sendiri sedang yang lain sudah beristri. Dan hari ini aku akan menghadiri undangan syukuran cabang restoran baru milik ari dan keluarga kecilnya.

Aku melangkah ragu masuk sebuah restoran klasik milik ari, di meja tengah restoran ku dapati ari dan jagoan kecilnya sedang asik bercanda. Aku turut merasakan keharmonisan rumah tangga yang dibangun sahabat karibku itu. Dalam 4 tahun pernikahan ari terlihat sangat bahagia, bisnis restorannya melesat cepat, ia di anugerahi keluarga kecil yang menentramkan. Hhmm..sebenarnya dalam hati masih terbesit sedikit rasa kecewa, sempat terasa seperti ditusuk dari belakang, atau seperti istilah teman makan teman. Yah..itu sebenarnya bukan kesalahan ari, itu semua adalah takdir-NYA. 

aku berada dalam sikap angkuh saat itu, tak ku peduli lagi sekelumit perasaan merah muda yang sempat muncul ketika dulu pernah pertama kali bertemu dian. Masa lalu dian seakan menjadi tembok besar yang membedakan kasta kami berdua. Dian rasanya tak pantas bersamaku. Aku yang kurasa paham agama dan mmerasanhanya patut disandingkan dengan orang yang sekufu. Yah..saat itu aku berada dalam lingkaran angkuh yang merasa lebih baik dari pada dia yang baru belajar. Kata “tak pantas” serasa mempersulit langkah menemukan belahan jiwaku. Kata “tak pantas” seakan membuat mereka yang dipilih hati jadi tak berarti. 

“yang menurut kita baik belum tentu baik menurut ALLAH mal..sepekan setelah kamu menolak untuk mengkhitbah dian, aku langsung mendatangi keluarga dian. Aku merasa mantap meminangnya dan semua jalan serasa sangat mudah”.

“kamu tak bisa terus egois mal, tak bisa kamu ukur kesholihan seseorang dari pandanganmu sendiri, lihat sekarang kamu masih saja sendiri mencari yang belum pasti, yah...walaupun ku tau juga mungkin kerna belum jodoh” ari terus berulang menasehati ku dalam perkara yang sama.

Seorang akhwat masuk membawa hidangan makanan, santun dan senyumnya kian nampak bersahaja. Ari benar-benar beruntung mendapatkan dian. ari membimbing dian dengan sangat baik, akhwat itu seperti menjelma bak bidadari syurga. Tapi sekali lagi dia milik ari..” sedangkan aku masih sendiri..padahal 4 tahun waktu telah berlalu.

Malu jika ku Tanya pada-NYa siapa jodohku, sedang aku begitu angkuh..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar