Aku kian mempercepat langkah kakiku, acara kajian rutin di kampus 
akan segera dimulai, sedang makanan untuk konsumsi masih aku bawa. 
mungkin bukan sepenuhnya salahku siih, aku tak bisa berkrompromi dengan 
si blacky untuk tidak ngambek dulu selama perjalanan ke kampus, di 
tengah perjalanan ban blacky pecah dan terpaksa harus didorong sampai ke
 tempat tambal ban yang yaahh..lumayan rada jauh, dan itu yang 
menyebabkan aku terpaksa telat.
Sesampai di masjid kampus, aku 
bergegas masuk, aku rasa sangat telat kali ini, dan taukah kamu apa yang
 kulihat, segelintir orang dengan ekspresi yang datar diiringi lantunan 
musik nasyid yang membuat ngantuk.
Hmmmm…ternyata telatku selama 
45 menit itu belum apa-apa, acara bahkan belum dimulai. Peserta nya 
dapat ku hitung dengan jari… 1…2…3…4…5…6…7…8… Yah akhwatnya ada 8 itu 
sudah termasuk aku, dan ikhwan nya….. Hhmm…. ada 5… Waww… Itu sudah 
angka yang lumayan ada kemajuan dibanding minggu kemarin cuma ada 3.
Aku
 duduk meluruskan nafasku yang masih belum kembali sempurna, menarik 
nafas panjang sembari memperhatikan sekitar, di masjid ini ada beberapa 
kelompok orang yang sedang sibuk dengan obrolan mereka, sebagian 
bersantai menikmati sajian suasana sejuk masjid kampus yang alami. Aku 
mulai berpikir tak kah mereka tertarik melihat acara yang sedang akan 
berlangsung di tengah lantai masjid ini, terlebih ada lantunan nasyid 
dan MC acara sudah memberi pengumuman acara akan segera dimulai. 
Ahh…mungkin memang belum begitu menarik bagi mereka.
Aku 
memperhatikan wajah-wajah peserta yang datang, aku mengenali beberapa 
dari mereka, tapi sayang nya aku tak menemukan wajah-wajah 
saudari-saudari yang ku kenal erat di antara mereka. Yah saudari yang 
biasanya begitu dengan lantang berteriak bahwa dakwah kampus ini akan 
jaya pada waktunya, saudari-saudari yang biasanya duduk manis di depan 
meja dan biasa merancang agenda-agenda seperti ini…hhmm…mungkin mereka 
sibuk” bela batinku
Acara kajian rutin berjalan biasa seperti 
minggu-minggu sebelumnya. Selesai kajian aku memilih untuk diam sejenak 
di masjid sembari menanti shalat Ashar. Di sudut masjid aku seperti 
mengenal sosok akhwat yang sedang asik dengan laptopnya, yah…dari 
perawakan nya dia seperti nya “Asti”, teman ku dari seberang yang juga 
kuliah di kampus ini. Aku menghampiri akhwat itu dan memastikan dia 
adalah Asti, ternyata benar akhwat itu Asti, dia ketua OSIS di SMA ku 
dulu.
Obrolan awalku dengan isti persis acara reuni, isti juga 
sedikit kaget melihatku berjilbab lebar, dan katanya terlihat seperti 
emak-emak, aku mengelus dada saja deh kalau sudah penilaian nya seperti 
itu.
“Kamu ngapain di kampus mi” tanya isti di tengah obrolan kami
“Ini ngebantuin nyiapin konsumsi buat kajian di bawah” jawabku jelas
“Berapa tahun di UKM itu mi” 
“Yah…hampir 2 tahun laa”…
“Terus…kamu dah belajar apa aja mi”
“Banyak benget…aku belajar dari kajian2 yang biasa ku siapin snacknya”
“Ahh… 2 tahun kok kerjaan mu cuma nyiapin snack sii??”…Apa kamu juga belajar organisasi, apa kamu pernah nyumbangin ide, dan mereka denger pendapatmu?? Apa kamu pernah ngerasa diri kamu berkembang dengan ngurusin snack tiap agenda..?? Tanya isti tak memberi celah untuk aku menjawab pertanyaan nya.
“Apa
 kamu tau gimana caranya bikin acara sukses selain dengan nyiapin 
snackmu itu mi?? Kayak matengin acara gimana, publikasi itu gimana caranya, dan yah…kayak UKM yang lain laa, soo…kamu gak matengin diri kamu sama dengan satu kemampuan mi”… isti memandang wajahku yang memerah
Aku
 memilih tersenyum, aku tak mengerti harus menjawab apa, bagiku amanah 
untuk hal semacam ini juga amat sangat menyenangkan, sambil belajar juga
 sambil beramal dah…
“Kasian aja mi,..Nanti di mana teman2mu 
yang lain sudah matang di lapangan, dan sudah berketerampilan dalam 
sosialisasi dan ilmu organisasi nantinya kamu sampai tidak digunakan 
lagi cuma bisa ngurusin konsumsi” kata-kata isti kian tajam.
Azan Ashar berkumandang, aku memilih untuk segera mengambil wudhu dan tidak mengambil pusing dengan kata-kata isti.
Tapi ternyata kata-kata itu tak hilang, dan terus hinggap meracuni otak ku.
Yah…aku mencoba membela keadaan yang memang serasa tak begitu berpihak padaku
Aku
 yang baru belajar, dan mungkin baru batas ini yang dapat ku bantu untuk
 menyukseskan jalan dakwah di kampus ini. Pergolakan batin mulai terasa 
menyesakkan dada.
“Lalu mana pengurus inti yang memberi 
ide-ide acara itu mi?? Ke mana mereka yang selalu ber koar-koar agar 
tetap semangat di jalan dakwah”??? Batin ku berontak
“Mereka mungkin sibuk, terlebih banyak agenda” rayuku dalam hati agar tak semakin jadi
“Hoo…lalu
 kamu tidak sibuk mi?? Padahal kamu juga punya banyak agenda dan 
bukankah kamu akan besok juga menghadapi ujian semester sama seperti 
mereka?? Ke mana saudari-saudari mu itu mi??
“Owhh…saudari-saudari…kamu
 menganggap mereka sebagai saudari, apa mereka pernah bertanya sedikit 
pun atau sekedar menanyakan bagaimana kabar saudarinya?? Bukan kah 
mereka hanya menghubungimu jika ada agenda yang kekurangan SDM nya, dan 
yah…lagi-lagi kamu mengurusi urusan perut mereka!!!  Itu kah ukhuwah 
mi”…???Huuhh… itu terlihat seperti babu…
Ukhuwah itu 
bukan terletak pada pertemuan. Bukan pula pada manisnya ucapan di bibir.
 Tapi ukhuwah terletak pada ingatan seseorang terhadap saudaranya di 
dalam doanya”, belaku lagi.
 “Lalu ke mana 
para alumni mi?? Kamu masih amat sangat bodoh dan dianggap tak pantas 
mi, pendapatmu pun tak berbobot untuk memperbaiki keadaan jalan dakwah 
yang rapuh ini…
Keringat dinginku bercucuran, jiwa ku 
gelisah dalam pemberontakan hati…aku bergegas mengambil wudhu lagi dan 
beristighfar berulang-ulang. Air mataku mengalir menumpahkan emosi yang 
sesaat meluap, aku menyadari banyak hal yang tak ku pahami di jalan 
dakwah yang biasanya ku sebut-sebut, banyak karakter dan perlakuan yang 
terkesan tak adil. Pertanyaan demi pertanyaan yang menyudutkan 
keberadaanku, tentang sebuah peran yang ku sandang selama dua tahun 
berturut-turut.
Yah…aku hanya mengurusi soal perut, bagaimana cara
 agar dana konsumsi tak membengkak, dan aku sangat tau soal itu… 
terkadang aku tak tau acara semacam apa, aku hanya dihubungi secara 
tiba-tiba…
…Dan apa benar di sini sebuah 
keluarga, yah jika benar-benar keluarga, bukankah keluarga yang baik 
anggota keluarga nya selalu saling merindu, saling berkunjung ke 
rumahnya???
“..Hmmmm…Aku tak yakin bahwa kantor UKM itu 
sering dikunjungi, terlihat dari tebalnya debu yang menempel di meja, 
dan tulisan di papan tulis yang tak pernah terhapus dari minggu- ke 
minggu…”
“Tapi aku percaya kita saling mendoakan di jalan 
ini, dengan peran kita masing-masing”..Aku menarik nafas panjang 
diiringi dzikir yang tak henti.
Aku mulai mencoba tersenyum 
simpul, aku ingat dulu sewaktu training kader kami pernah menggenggam 
tangan satu sama lain, bahwasanya kami akan saling menguatkan, seperti 
kuatnya genggaman tangan kami saat itu.
Apapun yang kulakukan, apa
 pun kontribusiku dalam perjalanan yang semakin hari akan terasa sulit 
dan banyak godaan. Cukup semua usaha karena Allah.
‘Percaya 
bahwa Allah yang akan mengganti semuanya, setiap langkah ada perhitungan
 nya, setiap tetes keringat akan dibayar ampunan Nya, setiap kesedihan 
diganti kelapangan dari Nya, 
Di sini ditempa bukan hanya sebagai orang yang mampu untuk berteriak-teriak tentang Islam dan memberi ide yang cemerlang… Tapi…belajar tentang keikhlasan dalam beribadah karena Allah
Seperti
 cerita batu bata dalam sebuah bangunan, bahwasanya tiap batu bata punya
 peran untuk mewujudkan sebuah bangunan yang kokoh, tak peduli ia 
sebagai batu bata yang disusun di mana saja, tersudut sekalipun… tetap 
saja batu bata itu adalah bagian dari pembentukan sebuah bangunan yang 
kokoh..
Aku menarik nafas panjang, menikmati semilir angin 
yang turut mencoba meredakan emosiku. Semoga tak ada lagi yang sesaat 
merasa sepertiku, dan Allah menjaga kita dalam sebuah ketulusan dan 
keikhlasan.
“untuk saling mengingatkan bukan menghakimi, saling 
memberi semangat bukan menyudutkan…saling berjuang bukan saling 
menjatuhkan”.
QS. Ali Imran: 104: “Hendaklah ada di 
antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh 
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Mereka itulah 
orang-orang yang beruntung”.
Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
 “Barang siapa di antara kamu menjumpai kemunkaran maka hendaklah ia 
rubah dengan tangan (kekuasaan)nya, apabila tidak mampu hendaklah dengan
 lisannya, dan jika masih belum mampu hendaklah ia menolak dengan 
hatinya. Dan (dengan hatinya) itu adalah selemah-lemahnya iman”.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar