“yang
duduk sambil pegang buku ri, pake kaca mata..”..aku memastikan ari tidak
salah orang. Sejurus telunjukku turut menegaskan arah dimana seorang akhwat
berkerudung hijau sedang berkumpul dengan teman-temannya, beberapa akhwat lain sedang
asik dengan obrolan mereka, sedang akhwat yang ku jelaskan terlihat pokus pada
buku bacaannya.
Aku dan ari berada di
lantai atas masjid kampus, dengan leluasa aku dapat memberi tahu ari bahwa
sosok yang menarik hatiku adalah yang sedang duduk anggun itu. Ari mengangguk
pelan seakan mengerti. ia memandangi ku dalam kemudian beralih memperhatikan
akhwat itu dengan seksama.
“cantik mal..siapa namanya?anak fakultas apa??”
“namanya
dian, jurusan tehnik sipil..aku baru mengenalnya dari rudi teman kontrakanku.
Akhwat ini sangat menarik perhatianku ri..aku berencana mengkhitbahnya..tapi
aku ragu”..
“kamu
sholat istikharah aja dulu, kalau sudah mantap kamu khitbah, jangan lama-lama”
sahut ari
“iyaa..aku
tak ingin seperti membeli kucing dalam karung, kamu sahabatku..aku pinta
bantuan kamu tuk cari tau mengenai dia yaa..biar aku makin mantep”..
“siaap..aku
akan coba cari info, biar kamu cepat nikah dah..hahaa”..tertawa
ari lepas
Masa berganti tak
berbekas, tapi obrolan siang itu dengan ari rasanya masih terasa kental.
“nama
lengkapnya nurdian, ia asli cilacap. Dari cerita asti teman dekatnya nurdian
itu anaknya supel, cerdas, disiplin, rajin..nah itulah kelebihannya..
Aku mengangguk pelan,
sedikit merasa mantap kerna kelebihannya nya sesuai dengan yang ku harapkan
“lalu kekurangannya apa”??
Kurangnya
dian itu belum bisa baca al-quran, ia juga sebenarnya baru mantap memakai
kerudung sekitar 2 bulan-an, hapalannya juga baru beberapa surah”
ujar ari pelan
Wajahku berubah warna,
keningku ikut mengkerut, beberapa kali ku telan ludah kekecewaan..benar-benar
dian bukan seperti dugaanku. Yah..Tentu dian bukan kriteriaku, aku sangat
mendambakan seorang akhwat yang sholeha, yang mantap ilmu agamanya, yang fasih
bacaan Al-qurannya, yang terjaga akhlaknya..sedangkan dian..ahh…ia baru
beranjak dari masa lalu nya yang penuh liku..”
“bagaimana
mal..itu sedikit info yang dapat jadi pertimbanganmu, dian memang baru belajar
mal, tapi perjuangannya itu sangat patut diacungi jempol. Dari asti ku dapati cerita bahwa dian benar-benar
berubah 180 derajat.”
“tidak
ah ri..aku rasanya ragu, tak lah…mungkin lebih baik aku mencari akhwat lain
saja..”ujarku mantap
“kenapa
mal, apa kerna dia masih belum punya kelebihan dalam sisi agama?? Dia sedang
belajar, dan jika kamu dapat membimbingnya nanti ia dapat menjadi istri yang
sholehah mal. Ku yakin itu, terlihat jelas dari semua perjuangannya memperlajari
islam dengan benar mal” ari membujukku.
Aku tetap dengan
kemantapan hati bahwa didi bukan lah pilihan yang tepat.
4 tahun berlalu, siang
ini suasana teriknya seakan membayangi ku pada obrolan-obrolan waktu itu. Aku
merapikan baju kemeja ungu berlist garis kepunyaanku, ku padankan dengan celana
hitam, lengkap dengan sepatu hitam yang ku lap mengkilat. Di depan cermin ku
pandangi wajahku dalam, kuperhatikan raut wajah yang tak lagi muda, 4 tahun
berlalu tetap sendiri sedang yang lain sudah beristri. Dan hari ini aku akan
menghadiri undangan syukuran cabang restoran baru milik ari dan keluarga
kecilnya.
Aku melangkah ragu
masuk sebuah restoran klasik milik ari, di meja tengah restoran ku dapati ari
dan jagoan kecilnya sedang asik bercanda. Aku turut merasakan keharmonisan
rumah tangga yang dibangun sahabat karibku itu. Dalam 4 tahun pernikahan ari
terlihat sangat bahagia, bisnis restorannya melesat cepat, ia di anugerahi
keluarga kecil yang menentramkan. Hhmm..sebenarnya dalam hati masih terbesit
sedikit rasa kecewa, sempat terasa seperti ditusuk dari belakang, atau seperti
istilah teman makan teman. Yah..itu sebenarnya bukan kesalahan ari, itu semua
adalah takdir-NYA.
aku berada dalam sikap
angkuh saat itu, tak ku peduli lagi sekelumit perasaan merah muda yang sempat
muncul ketika dulu pernah pertama kali bertemu dian. Masa lalu dian seakan
menjadi tembok besar yang membedakan kasta kami berdua. Dian rasanya tak pantas
bersamaku. Aku yang kurasa paham agama dan mmerasanhanya patut disandingkan dengan
orang yang sekufu. Yah..saat itu aku berada dalam lingkaran angkuh yang merasa
lebih baik dari pada dia yang baru belajar. Kata “tak pantas” serasa mempersulit langkah menemukan belahan jiwaku.
Kata “tak pantas” seakan membuat
mereka yang dipilih hati jadi tak berarti.
“yang
menurut kita baik belum tentu baik menurut ALLAH mal..sepekan setelah kamu
menolak untuk mengkhitbah dian, aku langsung mendatangi keluarga dian. Aku
merasa mantap meminangnya dan semua jalan serasa sangat mudah”.
“kamu
tak bisa terus egois mal, tak bisa kamu ukur kesholihan seseorang dari
pandanganmu sendiri, lihat sekarang kamu masih saja sendiri mencari yang belum
pasti, yah...walaupun ku tau juga mungkin kerna belum jodoh”
ari terus berulang menasehati ku dalam perkara yang sama.
Seorang akhwat masuk
membawa hidangan makanan, santun dan senyumnya kian nampak bersahaja. Ari
benar-benar beruntung mendapatkan dian. ari membimbing dian dengan sangat baik,
akhwat itu seperti menjelma bak bidadari syurga. Tapi sekali lagi dia milik
ari..” sedangkan aku masih sendiri..padahal 4 tahun waktu telah berlalu.
Malu jika ku Tanya
pada-NYa siapa jodohku, sedang aku begitu angkuh..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar